Babad Batu (Sapardi Djoko Damono)
Judul
Babad Batu
Penulis
Sapardi Djoko Damono
Penerbit
Gramedia Pustaka Utama
Tebal
Harga
Rp 55.000,-
Terbit
2016
Saya adalah kaum awam soal sajak dengan tingkat kesulitan bahasa yang tinggi. Tapi saya tertarik dengan beberapa sajak karya Sapardi Djoko Damono yang pernah terbit sebelumnya ( Hujan Bulan Juni ). Kalau di karya sebelumnya saya tertarik dengan Di Restoran maka kali ini saya tertarik dengan sajak yang diletakkan di halaman belakang buku ini.
kau mendobrak
ke sisa ruang
menggelandang bayang-bayang
menggelandang jakar
yang ternyata hanya bayang-bayang
menggelandang bayang-bayang
yang tak kenal jarak
menggelandang jarak dan bayang-bayang
mengikatnya di ruang
yang tak menyisikan helaan napas kita
sejak itu kita tahu tidak akan pernah
bisa berpisah
telah kita eja stiap helaan
dan hembusan agar bebas batas
agar rasa pedih leluasa
menafsirkan tanda
Buku kumpulan sajak Babad Batu ini dibagi menjadi tiga kitab, yaitu Kitab Pertama yang terdiri dari 3 bagian ( Mula Batu, Atas Nama Batu, Ziarah Batu ), Kitab Kedua terdiri dari 11 bagian ( Pour Dons sampai Batu Belah ) dan Kitab Ketiga terdiri dari 1 bagian (Berbicara tentang Perkara yang Meskipun Mungkin Tidak Ada Kait-mengaitnya dengan Kami dan Tidak Berguna tetapi Kalau Tidak Dijalani Tidak Akan Pernah Diketahui Berguna atau Tidaknya ). Sajak dimasing-masing kitab disajikan dengan cara yang berbeda. Kalau di Kitab Pertama, stiap bagian menyimpan beberapa sajak, maka di Kitab Kedua, setiap bagian hanya tersusun dari satu sajak, dan begitu pula di Kitab Ketiga, sajak disajikan dengan cara berkesinambungan dari satu halaman ke halaman berikutnya.
Sacara umum, setiap sajak di Babad Batu berisi makna yang berbeda. Mungkin sedikit harus berusaha untuk mencari maknanya untuk kaum-kaum awan seperti saya, tapi di situlah letak serunya mengetahui apa yang sebenarnya ingin penulis sampaikan lewat sajaknya. Apa lagi sangat dipermudah dengan sajak yang tidak terlalu panjang. Rata-rata hanay satu halaman saja. Dari sajak-sajak itu, saya ( pembaca ) bisa manggut-manggut sendiri ketika menginterpretasikannya dengan kehidupan. Ya, sebagian besar sajak mengaitkan soal kehidupan manusia dari berbagai sisi.
Salah satu kutipan dari sajak yang saya suka di Kitab Kedua ( Gerimis di Jendela Kaca )
Jendela memang ada agar ada batas antara yang di dalam sisi dan yang di luar sana. (halaman 45)
Kemampuan Sapardi Djoko Damono memang tidak perlu diragukan lagi dalam membuat karya-karya puisi, sajak, bahkan karya fiksi. Kalau baca hanya sekalimat saja sudah merasa menyentuh, apa apa lagi kalau membaca sajaknya keseluruhan. Tipikal sajak karya Sapardi Djoko Damono benar-benar terasa dalam buku ini.
Keyakinan saya untuk membeli buku ini bukan hanya dari pengalaman indahnya sajak karya penulis tetapi juga karena tampilan buku ( cover ) yang tidak biasa dari buku-buku Sapardi Djoko Damono lainnya. Cover Babad Batu di-design sangat mencolok dengan dua warna menyala antara kuning dan biru. Di antara dua warna itu ada sepatu yang diisi batu-batu dengan warna yang menyala juga. Dari sana, saya melihat bahwa buku kumpulan sajak ini sangat menarik, up to date dan mengambil perhatian orang yang melihatnya. Termasuk saya.
Jadi, untuk pecinta sajak atau pun kaum-kaum awan yang baru menikmati per-sajak-an, jangan ragu membeli Babad Batu karena di dalamnya, banyak sentilan yang menyentuh. Banyak pelajaran yang dituangkan dalam keindahan kata-kata.
Satu penggalan sajak lain yang saya suka,
Memang absurb, jalan ini kenapa ada ujungnya dan tidak menjulur saja terus-menerus sampai pada batas yang seharusnya juga tidak perlu ada. ( Memilih Jalan, halaman 39 )
Rekomendari buku kumpulan sajak!
Comments
Post a Comment