Dalam hidup, ada keputusan-keputusan yang tidak masuk akal untuk dipilih. Yang tidak pernah terpikir bahwa akan diambil di satu masa kehidupan yang akan datang. Dan, yang bahkan terlalu mustahil untuk dibayangkan terjadi. Tapi, keputusan itu datang pada saya 2 bulan lalu silam : saya harus berangkat.
Ini bukan pertama kalinya saya ke Bali. Tapi ini pertama kalinya saya ke Bali seorang diri. Melakukan solo trip.
Saya menyusun banyak sekali rencana di kepala saya. Menuangkannya ke dalam sheet dan catatan-catatan kecil di buku yang sering saya bawa. Dimulai dari estimasi waktu, biaya, tempat yang akan dikunjungi sampai pakaian apa yang akan saya kenakan selama di sana. Mengapa sebegitu detailnya? Karena dalam solo trip, saya hanya punya diri saya sendiri dan bagi saya, persiapan yang matang akan menambah kepercayaan diri sebelum benar-benar memutuskan untuk pergi.
Setelah dirasa matang, yang terpenting dalam berpergian adalah izin. Dari sana, semua bisa dimulai.
Perjalanan dimulai di hari Sabtu dengan pesawat siang dari Cengkareng (CGK) ke Denpasar (DPS). Waktu tempuh sekitar 1 jam 40 menit dan perbedaan waktu antara Jakarta dan Denpasar adalah 1 jam. Perasaan pertama yang saya hadapi adalah rasa takut yang membuat jantung saya rasanya berdegup 2 kali lebih cepat dari biasanya. Mengapa? Karena ini perjalanan yang cukup jauh yang saya hadapi seorang diri setelah sekian lama. Tapi begitu pesawat landing, saya tidak tahu mengapa ada rasa haru ketika akhirnya tiba. Oh God! It's really magic!
Sesuai dengan rencana yang sudah saya susun sebelumnya, kedatangan saya dijemput oleh seorang driver dari Perama Tours--salah satu penyedia jasa layanan transportasi & tour lokal yang setelah saya riset sejak lama, ternyata sudah berdiri cukup lama & terpercaya (www.peramatour.com). Siang itu, saya bertemu dengan Pak Warto dan kami menyusuri jalanan Denpasar menuju Ubud.
Sore ketika saya tiba di Ubud, gerimis turun di antara hijaunya pemandangan yang saya temui. Ada suara burung-burung yang tidak bisa saya temukan keberadaannya tapi bisa saya rasakan keindahannya. Syahdu dan hati saya rasanya begitu tenang. Sejak saat itu saya tahu,
saya jatuh cinta pada Ubud sejak kali pertama.
Solo trip saya dimulai di Titik Dua. Sebuah tempat yang menakjubkan untuk sekedar dikunjungi atau bahkan untuk dijadikan tempat bermalam. Suasanya sangat nyaman. Tenang. Completely perfect. Titik Dua dirancang oleh Andra Matin. Kalau kalian mengikuti tulisan-tulisan saya di sini, saya pernah membahas Andra Matin sebelumnya dan itulah yang membuat saya menjatuhkan pilihan untuk bermalam di Titik Dua. Saya selalu suka dengan karya-karyanya.
Titik Dua (www.titikdua.id) berada di tengah jalan Cok Rai Pudan. Bangunannya besar dan tentu saja bergaya ala Andra Matin. Di dalam Titik Dua, hanya ada 18 kamar yang tipikal. Ada kolam renang, restaurant dan tempat exhibition. Kebetulan, ketika saya bermalam di sana, ada exhibition dari salah satu seniman lokal Bali dan free untuk didatangi. Tentu saja, menjadi sasaran saya selama di sana selain mengelilingi bangunan menakjubkan itu.
Titik Dua Ubud
Selama di Titik Dua, saya menikmati makanan yang memang sudah disediakan dan mulai mencicipi makanan lokal lainnya. Pilihan saya jatuh kepada Nasi Babi Guling. Walau pun tidak makan di tempat tapi tidak mengurangi kenikmatannya.
Ada hal ajaib yang terjadi sejak awal-awal trip. Di hari itu, saya mulai menulis kembali. Semua semangat yang selama ini hilang, akhirnya kembali. Rasanya haru :"
Handwritingnya juarak!!!
ReplyDeleteMakasih salma :""
DeleteGreat postt thanks
ReplyDelete